Kamis, 09 Juli 2009

Pelajaran Dari Burung Beo

Ada seorang kyai pemilik sebuah pesantren kecil yang punya seekor burung Beo. Burung beo ini pandai sekali bercakap-cakap. Dia memang dipelihara sejak masih kecil oleh Kyai tersebut. Sebut saja namanya Kyai haji Mustafa.

Kyai Haji Mustafa ini sangat sayang pada burung beonya. Burung beo ini ditaruhnya di depan kamarnya yang memang menghadap teras sekaligus menghadap bangsal kelas pesantrennya. Jadi, hampir tiap pagi hingga sore burung beo tersebut mendengar suara anak-anak pesantren tadarrus Al Quran dan ditambah dengan tiap malam mendengar ceramah agama islam yang memang dilakukan setiap sepuluh menit menjelang waktu tidur.

Karenanya, tidak heran kalau burung beo itu selalu melafalkan kalimat-kalimat thayibah setiap kali dia mengeluarkan suara-suara yang meniru suara manusia. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, rasanya sudah sering keluar dari mulut burung tersebut. Tentu saja dengan suara pelo khas burungnya. Bahkan, jika burung itu sedang tidur lalu ada yang mengagetkannya, maka burung tersebut langsung spontan mengeluarkan kalimat “Astaghfirullah!."

Hal ini membuat Kyai Mustafa kian sayang pada burungnya tersebut. Murid-murid di pesantren itu, karena melihat gurunya begitu sayang, juga ikut menyayangi si burung dan merawat serta menjaganya dengan sebaik mungkin.

Suatu hari, di siang hari yang panas terik, ketika Kyai Mustafa sedang istirahat di kamarnya tiba-tiba dia mendengar sebuah suara yang tidak asing di telinganya

“KWAAAKKKK..!!" Begitu bunyinya. Itu adalah suara khas seekor burung Beo. Spontan Kyai Mustafa melompat dari tidur siangnya dan berlari menghampiri si Burung Beo. Ada apakah gerangan?

Ternyata, seekor kucing besar telah menerkam burung beonya. Kucing itu segera berlari melihat kehadiran Haji Mustafa. Darah berceceran di mana-mana dan leher burung beo yang malang itu nyaris terputus. Lidah si Beo menjulur ke luar. Burung kesayangan telah pergi menghadap Allah SWT. Haji Mustafa terpaku melihatnya, hilang kata-katanya, bahkan kesedihan pun tak langsung terasakan karena rasa terkejutnya itu. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Hanya itu kalimat yang sempat meluncur dari mulutnya.

Hari-hari selanjutnya, Haji Mustafa jadi terlihat murung. Dia tampak semakin sering menyendiri dan mengasingkan diri dari keramaian sekitarnya. Murid-muridnya ikut sedih dan berduka. Melihat gurunya sedih, semua murid di pesantren itu juga ikut sedih dan tak bergairah. Mereka berusaha mencari tahu bagaimana caranya agar guru mereka kembali bersemangat seperti dahulu. Karena biar bagaimanapun, yang mati tidak akan kembali.

Maka mereka semua bersepakat untuk membelikan seekor burung Beo yang baru yang juga sudah pandai berkata-kata. Hadiah itu diberikan pada sang guru dengan harapan bisa menghilangkan kesedihan sang guru.

Demi melihat hadiah dari murid-muridnya, haji Mustafa termenung. Ditatapnya semua murid-muridnya satu persatu.

“Tahukan kalian, mengapa aku bersedih dan sering menyendiri setelah kepergiaan burung beoku? Murid-muridnya menggeleng. Dalam hati mereka berkata, apakah hadiah yang mereka berikan tidak memenuhi standar yagn dikehendaki gurunya?

“Aku bersedih bukan karena kehilangan si Beo. Bukan anak-anak. Aku bersedih karena aku berada di dekat si Beo ketika nyawanya meregang. Aku terkejut, karena si Beo yang lidahnya sudah sangat fasih mengucapkan kalimat Thoyibah, yang mulutnya tak henti memuji Allah bahkan yang terkejutnya pun tak pernah lupa pada nama Allah, ternyata di akhir hidupnya, yang keluar dari mulutnya bukan nama Allah. Burung Beo itu lupa dengan semua kalimat Thoyyibah yang sudah dihapalnya justru di akhir hidupnya. Aku sedih, sangat sedih karena aku takut, jika malaikat datang mencabut nyawaku, aku takut akupun seperti si Beo.Aku lupa pada Allah Naudzubillahi min dzaliik.

oOo

Kita mungkin kelak menjadi orang tua, Kelak mungkin menjadi orang kaya tapi Mungkin pula menjadi orang miskin. Kita mungkin saja mempunyai anak dan keluarga, mungkin juga tidak. Kita mungkin bisa mengalami kesuksesan tapi mungkin saja kebalikannya. Sedangkan kematian ? Setiap kita dapat dipastikan akan mengalaminya. Sesungguhnya, kematian adalah sesuatu yang amat dekat, lebih dekat dari urat leher kita bahkan, namun sering terlupakan.

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan Hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan (Quran.21: 34-35).

oOo

Kita memohon kepada Allah atas karunia dan Kasih-Nya, agar dijadikan golongan orang-orang yang bersegera mengejar ketertinggalan (dalam beramal), termasuk dalam golongan orang yang berhati-hati dengan datangnya kematian, mempersiapkan bekal diri sebelum mati, dan mengambil manfaat dari segala petunjuk serta nasehat.


8 komentar: